Sebanyak empat sekolah setingkat SMP, SMA, dan SMK di Semarang jadi sasaran razia kepolisian, Selasa (8/10). Targetnya adalah obat-obat berbahaya dan alat-alat yang sering dipakai untuk tawuran. Sebanyak 50 anggota gabungan menyisir empat sekolah tersebut. Petugas tidak menemukan obat-obatan berbahaya, tetapi beberapa alat tawuran ditemukan seperti ikat pinggang dan garpu yang dimodifikasi, pisau lipat, dan gambar berbau pornografi di handphone milik seorang siswa.
Gambar itu akhirnya dihapus oleh siswa setelah sebelumnya mengelak tak mengakui. Adapun garpu yang dimodifikasi dengan menekuk gagang agar ujungnya bisa masuk ke sela-sela jari, diamankan. F, siswa SMP itu mengaku, garpu itu ditemukan di lapangan. “Itu bukan milik saya Pak. Tadi nemu di lapangan,” katanya.
Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat Polrestabes Semarang, AKBP Nengah WD mengatakan, pelajar yang melanggar tersebut dikembalikan ke sekolah untuk mendapat pembinaan. “Pembinaan internal dari sekolah masing-masing. Kami mendukung pihak sekolah untuk menertibkan anak didik,” ujarnya, Selasa (8/10), usai razia.
Menurut Nengah, razia itu bersifat edukatif, sehingga muaranya pada pendidikan karakter siswa. Pihaknya akan meneruskan razia dan sosialisasi ke sekolah. Sebab, masih ada indikasi narkoba dan obat-obat berbahaya beredar di kalangan pelajar. “Kami pernah mendapati pelajar iuran membeli pil koplo di sekolah. Saat itu ketahuan kepala sekolah dan dilaporkan ke kami. Anak itu kami bina,” katanya.
Nihilnya temuan narkoba telah diperkirakan Nengah, karena harganya mahal. Akan tetapi pil koplo, pil buto ijo, pil beringas atau sejenisnya dapat diperoleh secara diam-diam, karena harganya masih terjangkau. Pil itu hanya sebutan yang biasanya mengarah ke pil trihexyphenidyl dan dextromethorphan (dextro) yang dikonsumsi untuk memperoleh efek halusinasi. “Mungkin pil trihex yang dimaksud. Itu kan masih ada orang-orang yang diam-diam menjualnya,” katanya.
Risiko Kecelakaan Diabaikan
Sementara itu, Satuan Lalu Lintas Polrestabes Semarang mengungkapkan, angka pelanggaran lalu lintas yang dilakukan para pelajar masih terus meningkat. Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir ini, sedikitnya ada ribuan pelajar di Semarang melakukan berbagai pelanggaran lalu lintas.
Adapun berdasarkan catatan dari pihak kepolisian, sejumlah 263 pelajar menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Pelanggaran yang mengakibatkan laka lantas itu sepertinya tidak dapat ditekan. Meski operasi yang dilakukan aparat Satuan Lalu Lintas Polrestabes Semarang terhadap pelajar terus berjalan.
Kasat Lantas Polrestabes Semarang, AKBP Windro Akbar membenarkan jika angka pelanggaran dan laka lantas yang melibatkan pelajar masih terus bergulir. Dalam hal ini, upaya mengurangi angka tersebut dengan melakukan pengarahan secara langsung ke sekolah-sekolah tak hentinya dilakukan. Sosialisasi tertib lalu lintas melalui berbagi media baik cetak maupun elektronik juga sudah berjalan. Namun, sejauh ini belum ada perubahan yang signifikan. Masih saja ditemukan pelajar berangkat sekolah menggunakan sepeda motor atau mobil. “Segala upaya pencegahan sudah kami lakukan, tapi tetap saja pelanggaran pelajar masih terjadi,” ujarnya.
Windro menyadari, untuk membuat perubahan tertib berlalu lintas tidak bisa dilakukan sendiri oleh pihaknya. Sebab, disisi lain peran orang terdekat lebih berfungsi untuk mensukseskan program tertib berlalu lintas. “Orang tua dan guru lebih berperan, tapi sejauh ini saya rasa belum berperan,” ungkapnya.
Hal itu dilihat dengan masih banyaknya pelajar yang membawa sepeda motor atau mobil ke sekolah. Sepertinya orang tua masih mengizinkan anaknya berangkat ke sekolah dengan mengendarai kendaraan sendiri. “Kami menyayangkan sikap orang tua atau guru yang masih saja membiarkan anaknya mengendarai motor sendiri meski belum memiliki SIM,” terangnya.
Seperti pada operasi yang digelar di depan SMA Karangturi, Jalan Raden Fatah, Semarang Utara, Senin (7/10) pagi. Sedikitnya ada 110 pelanggar yang terdiri atas 83 sepeda motor, 2 mobil, 17 SIM dan 8 STNK. Sementara razia pada Selasa (8/10) pelajar di sekitar SMA 6 Semarang terdapat 190 pengendara ditilang dengan pelanggaran sebagian besar tanpa SIM.
Melihat itu, Windro mengimbau baik kepad orang tua maupun guru untuk sama-sama mengentaskan tertib lalu lintas di jalan. Sebab, jika itu berjalan kenyamanan serta rasa aman di jalan raya akan tercipta. Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Rasdi Ekosiswoyo, mendukung langkah kepolisian dalam merazia. Pihaknya mengusulkan razia diteruskan hingga tidak ada lagi pelanggaran di kalangan pelajar. “Langkah preventif ini harus dilakukan dan harus kami dukung sampai nol pelanggaran,” katanya.
Penertiban ini, kata Rasdi, juga harus didukung oleh orang tua agar melarang anak untuk naik kendaraan sebelum memiliki SIM. Agar tetap bisa ke sekolah, anak diantar ke sekolah oleh orang tua.
( SM)